Akhir-akhir ini kamu mungkin sering mendengar istilah sustainable agriculture terdengung di telingamudidengungkan. Saat ini, sustainable agricultureSistem sustainable agriculture atau pertanian berkelanjutan memang saat ini mulai banyak yang melirik kembali, karena sistem sustainable agriculture dianggap mampu menyelesaikan masalah yang timbul dari sistem pertanian/perkebunan konvensional. Petani di beberapa negara Asia, salah satunya negara kita, Indonesia,Beberapa petani di beberapa negara, juga di Indonesia, sudah menerapkan sistem sustainable agriculture ini.
Sebenarnya konsep sustainable agriculture sudah berkembang sejak tahun 1990-an. Sistem pertanian ini lahir karena kekhawatiran akan dampak yang timbul dari sistem pertanian konvensional. Seperti yang #Eatizen tahu, sistem pertanian konvensional banyak menggunakan bahan-bahan kimia, seperti pupuk kimia dan pestisida yang nantinya justru akan merusak tanah dan lingkungan.
Ke depannya, kerusakan tanah dan lingkungan tersebut akan membahayakan pertanian itu sendiri. Karena mengakibatkan degradasi lahan pertanian dan menurunkan kesuburan tanah. Akibatnya, hasil produksi pertanian tidak akan maksimal, bahkan akan terus berkurang. Dan dampak ini sekarang sudah mulai terasa lho, #Eatizen.
Bayangkan bila hal tersebut berlangsung terus menerus. Produksi pangan menurun padahal jumlah penduduk semakin meningkat. Artinya, mulut yang harus diberi makan juga semakin banyak, sedangkan bahan makanan justru semakin sedikit. Sangat mengkhawatirkan ‘kan #Eatizen.
Nah sistem sustainable agriculture ini menerapkan teknik produksi pangan yang sesuai dengan proses alam daerah setempat, seperti siklus hara, peningkatan nitrogen secara biologis, regenerasi tanah dan musuh alami hama. Dengan sistem ini, nutrisi tanah tetap terjaga bahkan semakin baik sehingga produksi bahan makanan bisa terus dipertahankan bahkan ditingkatkan.
Contoh Pertanian yang Menerapkan Sustainable Agriculture
Petani-petani di Indonesia juga sudah ada yang menerapkan sustainable agriculture lho, #Eatizen. Seperti para petani di Kecamatan Sekayam, kawasan perbatasan Kabupaten Sanggau, Entikong, Kalimantan Barat. Mereka sudah menerapkan sistem pertanian berkelanjutan atau sustainable agriculture sejak tahun 1998.
Para petani tersebut menerapkan pertanian terpadu antara tanaman pangan, perkebunan dan ternak, serta pengendalian hama terpadu. Beberapa cara yang telah mereka lakukan antara lain, melakukan rotasi dan budidaya rumput. Mereka menanam rumput berkualitas tinggi untuk makanan ternak yang diletakkan di luar area pertanian. Areal peternakan yang dipadukan dengan rumput atau kebun buah dapat memiliki keuntungan ganda, yaitu pupuk kandang yang didapat dari ternak.
Selain itu mereka juga menerapkan agroforestry, di mana tanaman semusim ditanam berdampingan dengan tanaman tahunan, membentuk tajuk berlapis. Cara ini efektif melindungi tanah dari hempasan air hujan. Teknik ini juga membuat petani mendapat hasil panen yang berkesinambungan. Serangan hama secara total yang kerap menyerang tanaman satu jenis (monokultur) juga dapat dicegah.
Negara lain di Asia Tenggara yang cukup berhasil dalam menerapkan sustainable agriculture adalah Thailand. Ada lima sistem sustainable agriculture yang dikembangkan di negara gajah putih ini, yaitu sistem pertanian terpadu, pertanian organik, pertanian alami, agroforestry, dan teori pertanian baru.
Dari kelima sistem tersebut, pertanian organik berkembang paling pesat. Bukan hanya bahan makanan pokok seperti beras dan sayuran segar yang ditanam dengan sistem organik, bahan pangan lain seperti buah, rempah, hingga teh pun ditanam secara organik. Kalau #Eatizen jalan-jalan ke Thailand akan dengan mudah menemukan restoran-restoran yang menjual khusus masakan dari produk pertanian organik.
Ternyata sustainable agriculture memang sudah saatnya diterapkan #Eatizen. Selain lebih sehat karena tidak terkontaminasi banyak bahan kimia, juga dapat menjaga kelestarian bumi sekaligus membuat produksi bahan pangan tetap tinggi.